Siapa saja (muslim) berhak memiliki keinginan untuk berkurban, termasuk orang yang punya utang. Jika ingin berkurban tapi masih punya utang kepada orang lain, apakah boleh membeli hewan kurban?
Menjelang hari raya Idul Adha, sudah banyak penjual hewan kurban di pinggir jalan. Banyak pula yang menawarkan paket kurban di media sosial. Tentu ini adalah hal baik, karena bisa memotivasi orang-orang untuk berkurban.
Berkurban adalah ibadah yang hanya dilaksanakan pada tanggal 10-13 Dzulhijjah. Ibadah ini berbeda dengan aqiqah yang boleh dilakukan kapan saja selama anaknya belum baligh.
Berkurban termasuk ibadah yang sangat dinantikan oleh muslim, baik yang melaksanakan kurbannya maupun yang menerima dan menikmati daging kurbannya. Beruntunglah bagi mereka yang bisa berkurban. Bisa melaksanakan perintah-Nya dan meneladani kisah Nabi Ibrahim dan Ismail AS.
Siapa saja (muslim) berhak memiliki keinginan untuk berkurban, termasuk orang yang punya utang . Jika ingin berkurban tapi masih punya utang kepada orang lain, apakah boleh membeli hewan kurban?
Terkait pertanyaan ini, Ustadz Abdul Somad (UAS) dan KH Yahya Zainul Ma’arif ( Buya Yahya ) pernah membahasnya. Simak penjelasan dari dua pendakwah kondang Tanah Air berikut ini.
Menabung Puluhan Tahun, Penjaga Makam Berusia 91 Tahun Berangkat Haji * Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini .
UAS menjelaskan, menurut mazhab Syafi’i, hukum berkurban adalah sunnah muakkad (sunnah yang sangat dianjurkan). Sementara, membayar utang yang sudah jatuh tempo wajib hukumnya.
“Maka lebih mana didahulukan prioritasnya? Lebih didahulukan membayar utang yang sudah jatuh tempo daripada berkurban,” kata UAS dikutip dari YouTube Ustadz Abdul Somad Official.
Misalnya, waktu penyembelihan hewan kurban bertepatan pada Juni 2024. Ternyata, utangnya jatuh tempo pada bulan yang sama. Jika kasusnya demikian, maka yang wajib diutamakan adalah membayar utangnya dulu, kalau ada lebih dan cukup uangnya, boleh beli hewan kurban.
“Tapi kalau jatuh temponya masih lama, maka silakan berkurban. Syukur-syukur dengan berkurban dibukakan Allah pintu rezeki sehingga utangnya lunas,” tutur UAS.
Penjelasan Buya Yahya tidak beda jauh dengan UAS. Buya Yahya mengatakan, dalam melakukan amalan sunnah terdapat aturan yang harus diikuti. Jika ada dua pilihan antara sunnah dan wajib, maka dahulukan yang wajib.
“Contoh, kita sudah wajib bayar zakat, dahulukan zakat, jangan kurban dulu. Atau kita punya utang jatuh tempo, bayar utang jangan kurban dulu,” kata Buya Yahya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV.
“Tapi kalau utangnya belum jatuh tempo dan zakatnya belum datang haulnya, maka boleh kita berkurban. Kalau sudah jatuh tempo, maka yang wajib kita dahulukan bayar utangnya, bukan berkurban. Itulah aturannya dalam kita beramal,” lanjut Buya Yahya.
Buya Yahya menuturkan, orang yang punya utang perbuatan baik yang harus mengeluarkan uang akan dianggap maksiat. Sebab, selama masih punya utang kepada orang lain, maka uang yang dimiliki sebenarnya punya orang tersebut.
“Baru nanti hilang kemaksiatannya kalau sudah minta izin kepada yang punya uang. ‘Pak tolong ditunda. Mestinya saya bayar sekarang utang saya, cuma saya rindu berkurban. Tolong pak ya, kasih tempo bulan depan bagaimana?’ Kalau dia mengizinkan boleh (beli hewan kurban),” jelas Buya Yahya.